Tidak menjadi masalah apapun gaya kepemimpinan seseorang, komponen kunci kepemimpinan yang efektif ditemukan dalam kekuasaan pemimpin yang harus mempengaruhi perilaku orang lain dan menyuruh mereka bertindak dalam cara tertentu.
Beberapa jenis kekuasaan
Para pemimpin yang efektif mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa mereka mempunyai level yang cukup untuk masing-masing tipe dan bahwa mereka menggunakan kekuasaan yang mereka miliki dengan cara yang menguntungkan.
1. Kekuasaan Legitimasi (sah)
Kekuasaan legitimasi/yang sah
"legitimate power "adalah wewenang yang dimiliki seorang manajer berdasarkan atas posisinya dalam hierarki organisasi. Gaya kepemimpinan perseorangan sering mempengaruhi bagaimana seorang manajer menggunakan kekuasaan yang sah. Ambil kasus dari Carol Loray yang menjadi seorang manajer lini pertama dalam perusahaan kartu ucapan yang memimpin sebuah grup yang terdiri atas 15 orang artis dan desainer. Loray mempunyai kewenangan sah untuk menggaji pegawai-pegawai baru, memberikan proyek kepada para artis dan desainer, memantau pekerjaan mereka, dan menilai pelaksanaan pekerjaan mereka. Ia menggunakan kekuasaannya dengan efektif. Ia selalu memastikan bahwa tugas proyeknya sebanyak mungkin sesuai dengan kepentingan orang-orang dibawahnya sehingga mereka akan menyukai pekerjaan mereka. Ia memantau pekerjaan mereka untuk memastikan mereka bekerja pada jalurnya, tetapi tidak menggunakan pengawasan ketat, yang dapat menghambat kreativitas. Ia memastikan penilaian pelaksanaannya merupakan hal yang membangun, memberikan nasehat konkrit dimana perbaikan-perbaikan dapat dilakukan. Baru-baru ini, Loray bernegoisasi dengan manajernya untuk meningkatkan kekuasaan sahnya sehingga sekarang ia dapat memulai dan mengembangkan proposal untuk bentuk kartu yang baru.
Kekuasaan Memberi Penghargaan
Kekuasaan memberi penghargaan
"reward power "adalah kemampuan seorang manajer memberikan atau tidak memberikan penghargaan nyata (menaikkan gaji, bonus, pemilihan tugas pekerjaan) dan penghargaan yang tidak nyata (pujian lisan, tepukan dipunggung, respek). anggota-anggota suatu organisasi dimotivasi untuk melakukan pekerjaan sampai tingkat yang tinggi dengan berbagai macam penghargaan. Untuk dapat memberi atau tidak memberi penghargaan berdasarkan hasil pekerjaan merupakan sumber kekuasaan utama yang memungkinkan para manajer memiliki kekuatan bekerja yang bermotivasi tinggi. Para manajer dari pelayan toko dalam organisasi pedagang eceran seperti Neiman Marcus dan toserba Dillard’s, dalam hak penjualan mobil seperti General Motors dan Ford, dan dalam agen travel seperti Liberty Travel dan the Travel Company sering menggunakan kekuasaan pemberian penghargaan untuk memotivasi bawahan mereka. Para bawahan dalam organisasi-organisasi seperti ini menerima komisi atas apapun yang mereka jual dan memberi penghargaan atas kualitas pelayanan mereka terhadap pelanggan yang memotivasi mereka untuk melakukan yang terbaik seberapa mereka dapat lakukan.
Para manajer yang efektif menggunakan
‘reward power’ sedemikian rupa sehingga bawahan mereka merasa bahwa penghargaan mereka mengisyaratkan bahwa mereka melakukan kerja yang baik dan usaha mereka dihargai. Para manajer yang tidak efektif menggunakan penghargaan lebih hanya sebagai cara untuk mengontrol (memegang dan menggunakan tongkat daripada menawarkan wortel) yang mengisyaratkan bahwa kepada bawahan mereka, manajer mempunyai kekuasaan yang tinggi. Para manajer juga dapat mengambil langkah untuk meningkatkan kekuasaan mereka dalam memberi penghargaan. Carol Loray mempunyai kekuasaan yang sah untuk menilai pelaksanaan kerja bawahannya tetapi ia kekurangan kekuasaan dalam memberi penghargaan, untuk mendistribusikan bonus kenaikan gaji dan bonus akhir tahun sampai ia harus mendiskusikannya dengan manajernya sendiri mengapa hal ini akan menjadi alat motivasi yang berharga untuk digunakannya. Sekarang Loray menerima uang berlimpah setiap tahun untuk kenaikan gaji dan bonus dan mempunyai kekuasaan untuk memberi penghargaan untuk mendistribusikannya seperti apa yang diputuskannya.
Kekuasaan Melakukan Paksaan
Kekuasaan melakukan paksaan adalah kemampuan seorang manajer untuk menghukum orang lain. Hukuman dapat mencakup teguran lisan sampai pemotongan gaji atau jam kerja sampai pada terjadi pemecatan. Pada bab sebelumnya, kita berbicara bagaimana hukuman dapat mempunyai akibat sisi negatif seperti kemarahan (dendam) dan pembalasan dendam dan seharusnya hanya digunakan bila perlu (misalnya untuk membatasi perilaku berbahaya). Para manajer yang sangat mengandalkan ‘
coercive power’ ini cenderung menjadi tidak efektif sebagai pemimpin dan bahkan kadang-kadang memecat diri mereka sendiri.
Salah satu contohnya, William J.Fife. Ia dipecat dari jabatannya sebagai CEO dari Giddings and Lewis Inc, perusahaan pabrik peralatan, karena terlalu menggantungkan pada ‘coercive power’. Dalam rapat-rapat, Fife seringkali mengkritik secara lisan, menyerang, dan mempermalukan para top manajer. Menyadari betapa merusaknya penggunaan hukuman yang dilakukan Fife kepada mereka dan perusahaan, para manajer ini mengadu kepada dewan direksi yang menyuruh Fife untuk pensiun setelah mereka mempertimbangkan dengan hati-hati pokok permasalahannya.
Penggunaan “coercive power” yang berlebihan jarang menghasilkan pelaksanaan kerja yang tinggi dan pantas diragukan. Kadang-kadang hal itu maksudnya merupakan bentuk penyalahgunaan mental, merampok martabat para pekerja dan menyebabkan tingkat stress yang berlebihan. Penggunaan “coercive power” yang keterlaluan bahkan dapat berakibat kondisi kerja yang berbahaya. Hal yang penting yaitu hasil yang lebih baik dan tempat kerja yang layak sehingga martabat karyawan dapat diperoleh dengan penggunaan
“reward power”
Kekuasaan Keahlian
Kekuasaan keahlian ini berdasarkan pada pengetahuan khusus, keterampilan, dan keahlian yang dimiliki seorang pemimpin. Sifat dasar kekuasaan ini bervariasi, tergantung dari tingkatan pada pemimpin dalam hierarki jabatan. Para manajer tingkat pertama dan menengah seringkali memiliki keahlian teknis yang relevan dengan tugas-tugas yang dilakukan oleh bawahan mereka. Kekuasaan keahlian yang mereka miliki memberi mereka pengaruh yang sungguh-sungguh kepada para bawahannya. Carol Loray memiliki
“expert power”. Ia sendiri seorang artis dan sudah menggambar dan merancang beberapa kartu ucapan perusahaannya yang penjualannya paling laris.
Judy McGrath, dalam bukunya “A Manager Challenge” memiliki kekuasaan keahlian dari pengalamannya selama lebih dari 25 tahun di industri media, juga dari usaha-usahanya untuk menyesuaikan diri dengan kebudayaan pop melalui jaringan kerja yang ekstensif, membaca, dan senantiasa siap terbuka untuk hal-hal yang baru dan kebiasaan khusus dalam tingkah laku seseorang. Seperti dinyatakan dalam:
”Managers as a Person”, jenis posisi jabatan yang diterima oleh para pemimpin dengan expert power tergantung dari siapa mereka sebagai individu dan macam tantangan yang menarik bagi mereka.
Beberapa top manajer memperoleh expert power dari keahlian teknis mereka. Craig Barret, Ketua Dewan Direktur Intel, memperoleh gelar Ph.D dalam pengetahuan materi dari Universitas Stanford dan sangat berpengetahuan banyak tentang seluk beluk bisnis Intel yang memproduksi semikonduktor dan mikroprosesor. Demikian pula Bill Gates, Ketua Microsoft, dan CEO Steve Ballmer mempunyai keahlian dalam mendesain software; dan Tachi Yamada, direktur eksekutif dari Bill and Melinda Gates Foundation’s program kesehatan global memiliki gelar MD dan sebelumnya adalah ketua penelitian dan pengembangan di Glaxo Smith Kline. Namun banyak para manajer top level kekurangan keahlian teknis dan memperoleh expert power mereka dari kemampuan mereka sebagai pengambil keputusan, perencana, dan pembuat strategi. J
ack Walch, dulunya pemimpin yang terkenal dan CEO dari General Electric, menyimpulkan seperti berikut:
”Hal yang mendasar yang diketahui oleh kita yang berada pada posisi teratas suatu perusahaan adalah bahwa kita tidak tahu bisnis. Apa yang kita punya, aku harap adalah kemampuan untuk mengalokasikan sumber-sumber penghasilan, orang-orang, dan dolar.”
Para pemimpin yang efektif mengambil langkah untuk memastikan bahwa mereka mempunyai sejumlah expert power yang memadai untuk melakukan peran kepemimpinan mereka. Mereka mungkin memperoleh pelatihan atau pendidikan tambahan dibidangnya, pastikan mereka hingga kini mengikuti perkembangan dan perubahan terbaru di bidang teknologi, tetap mengikuti perubahan dibidang mereka melalui keterlibatannya dalam asosiasi profesi, dan membaca secara luas untuk mengetahui perubahan penting didalam tugas-tugas organisasi dan lingkungan pada umumnya.
Expert power cenderung paling baik digunakan dalam cara-cara membimbing atau melatih daripada dalam cara-cara yang arogan dan angkuh.
Kekuasaan untuk Menunjuk
“
Referent power” lebih bersifat tidak formal daripada jenis-jenis kekuasaan yang lain.
Referent power adalah suatu fungsi dari karakteristik pribadi seorang pemimpin, ini adalah kekuasaan yang berasal dari rasa hormat, kekaguman, dan loyalitas para pekerja bawahan dan teman sekerja. Para pemimpin yang menyenangkan yang diinginkan para bawahan digunakan sebagai role model terutama mungkin memiliki referent power, seperti halnya dalam buku Judy McGrath “A Manager Challenge”.
Disamping menjadi aset yang bernilai bagi para top manajer seperti McGrath, referent power juga dapat membantu manajer lini pertama dan menengah untuk menjadi pemimpin yang efektif. Sally Carruthers misalnya, adalah seorang manajer tingkat pertama dari sebuah grup sekretaris di departemen keuangan sebuah universitas. Sekretaris-sekretaris Carruthers dikenal sebagai sekretaris yang terbaik di universitas itu. Banyak dari kesediaan mereka untuk melebihi dan diluar tugas mereka sudah dihubungkan dengan kehangatan dan sifat dasar peduli Carruthers yang membuat mereka merasa penting dan dihargai. Para manajer dapat mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan referent power mereka, seperti menggunakan waktu untuk mulai mengenal karyawan bawahan mereka dan menunjukkan minat dan perhatian pada mereka.