Sabtu, 17 Desember 2011

SILABUS MENGINTERPRESTASIKAN SKETSA



                               SILABUS  MENGINTERPRESTASIKAN SKETSA 
 
        Bagi rekan-rekan guru teknik pemesinan inilah silabus kompetensi yang terbilang baru yaitu gambar sketsa, smoga bermanfaat. 
        RPP nya sudah saya posting coba cari di halaman lain pada blog ini, tapi masih dalam format RPP lama,  untuk materi saya coba berkonsultasi dengan guru seni lukis dan hasilnya cukup menggembirakan dimana siswa lebih cepat memahami dalam hal praktek menggambarnya, oke brother semua silakan dicicipi sajian ini..........yummy !!!!!
 




Baca Lebih lanjut Broo.. - SILABUS MENGINTERPRESTASIKAN SKETSA

Jumat, 16 Desember 2011

          KEKUASAAN: KESUKSESAN KUNCI UNTUK KEPEMIMPINAN


          
Kepemimpinan adalah proses dimana seseorang mempunyai pengaruh atas orang lain, memberikan inspirasi, motivasi, dan mengarahkan aktivitas mereka untuk membantu tercapainya tujuan kelompok atau organisasi. Orang yang mempunyai pengaruh semacam itu adalah seorang pemimpin. Jika pemimpin itu efektif, pengaruh yang mereka punyai atas orang lain membantu suatu kelompok atau organisasi mencapai tujuan pelaksanaannya. Jika pemimpin tidak efektif, pengaruh mereka tidak memberi kontribusi dan seringkali menurunkan hasil pencapaian tujuan. Seperti “A Manager Challenge” menjelaskan, McGrath mengambil banyak langkah untuk memberi inspirasi dan motivasi bagi pekerja-pekerja MTV sehingga mereka membantu MTV mencapai tujuannya

         Tidak menjadi masalah apapun gaya kepemimpinan seseorang, komponen kunci kepemimpinan yang efektif ditemukan dalam kekuasaan pemimpin yang harus mempengaruhi perilaku orang lain dan menyuruh mereka bertindak dalam cara tertentu. 
        Ada beberapa jenis kekuasaan: legitimasi, penghargaan, pemaksaan, keahlian, dan kekuasaan menunjuk (lihat gambar 14.1)
Gambar 14.1 










Beberapa jenis kekuasaan Para pemimpin yang efektif mengambil langkah-langkah untuk memastikan bahwa mereka mempunyai level yang cukup untuk masing-masing tipe dan bahwa mereka menggunakan kekuasaan yang mereka miliki dengan cara yang menguntungkan.

1. Kekuasaan Legitimasi (sah)
       Kekuasaan legitimasi/yang sah "legitimate power "adalah wewenang yang dimiliki seorang manajer berdasarkan atas posisinya dalam hierarki organisasi. Gaya kepemimpinan perseorangan sering mempengaruhi bagaimana seorang manajer menggunakan kekuasaan yang sah. Ambil kasus dari Carol Loray yang menjadi seorang manajer lini pertama dalam perusahaan kartu ucapan yang memimpin sebuah grup yang terdiri atas 15 orang artis dan desainer. Loray mempunyai kewenangan sah untuk menggaji pegawai-pegawai baru, memberikan proyek kepada para artis dan desainer, memantau pekerjaan mereka, dan menilai pelaksanaan pekerjaan mereka. Ia menggunakan kekuasaannya dengan efektif. Ia selalu memastikan bahwa tugas proyeknya sebanyak mungkin sesuai dengan kepentingan orang-orang dibawahnya sehingga mereka akan menyukai pekerjaan mereka. Ia memantau pekerjaan mereka untuk memastikan mereka bekerja pada jalurnya, tetapi tidak menggunakan pengawasan ketat, yang dapat menghambat kreativitas. Ia memastikan penilaian pelaksanaannya merupakan hal yang membangun, memberikan nasehat konkrit dimana perbaikan-perbaikan dapat dilakukan. Baru-baru ini, Loray bernegoisasi dengan manajernya untuk meningkatkan kekuasaan sahnya sehingga sekarang ia dapat memulai dan mengembangkan proposal untuk bentuk kartu yang baru.

Kekuasaan Memberi Penghargaan 
       Kekuasaan memberi penghargaan "reward power "adalah kemampuan seorang manajer memberikan atau tidak memberikan penghargaan nyata (menaikkan gaji, bonus, pemilihan tugas pekerjaan) dan penghargaan yang tidak nyata (pujian lisan, tepukan dipunggung, respek). anggota-anggota suatu organisasi dimotivasi untuk melakukan pekerjaan sampai tingkat yang tinggi dengan berbagai macam penghargaan. Untuk dapat memberi atau tidak memberi penghargaan berdasarkan hasil pekerjaan merupakan sumber kekuasaan utama yang memungkinkan para manajer memiliki kekuatan bekerja yang bermotivasi tinggi. Para manajer dari pelayan toko dalam organisasi pedagang eceran seperti Neiman Marcus dan toserba Dillard’s, dalam hak penjualan mobil seperti General Motors dan Ford, dan dalam agen travel seperti Liberty Travel dan the Travel Company sering menggunakan kekuasaan pemberian penghargaan untuk memotivasi bawahan mereka. Para bawahan dalam organisasi-organisasi seperti ini menerima komisi atas apapun yang mereka jual dan memberi penghargaan atas kualitas pelayanan mereka terhadap pelanggan yang memotivasi mereka untuk melakukan yang terbaik seberapa mereka dapat lakukan.
       Para manajer yang efektif menggunakan ‘reward power’ sedemikian rupa sehingga bawahan mereka merasa bahwa penghargaan mereka mengisyaratkan bahwa mereka melakukan kerja yang baik dan usaha mereka dihargai. Para manajer yang tidak efektif menggunakan penghargaan lebih hanya sebagai cara untuk mengontrol (memegang dan menggunakan tongkat daripada menawarkan wortel) yang mengisyaratkan bahwa kepada bawahan mereka, manajer mempunyai kekuasaan yang tinggi. Para manajer juga dapat mengambil langkah untuk meningkatkan kekuasaan mereka dalam memberi penghargaan. Carol Loray mempunyai kekuasaan yang sah untuk menilai pelaksanaan kerja bawahannya tetapi ia kekurangan kekuasaan dalam memberi penghargaan, untuk mendistribusikan bonus kenaikan gaji dan bonus akhir tahun sampai ia harus mendiskusikannya dengan manajernya sendiri mengapa hal ini akan menjadi alat motivasi yang berharga untuk digunakannya. Sekarang Loray menerima uang berlimpah setiap tahun untuk kenaikan gaji dan bonus dan mempunyai kekuasaan untuk memberi penghargaan untuk mendistribusikannya seperti apa yang diputuskannya.

Kekuasaan Melakukan Paksaan 
      Kekuasaan melakukan paksaan adalah kemampuan seorang manajer untuk menghukum orang lain. Hukuman dapat mencakup teguran lisan sampai pemotongan gaji atau jam kerja sampai pada terjadi pemecatan. Pada bab sebelumnya, kita berbicara bagaimana hukuman dapat mempunyai akibat sisi negatif seperti kemarahan (dendam) dan pembalasan dendam dan seharusnya hanya digunakan bila perlu (misalnya untuk membatasi perilaku berbahaya). Para manajer yang sangat mengandalkan ‘coercive power’ ini cenderung menjadi tidak efektif sebagai pemimpin dan bahkan kadang-kadang memecat diri mereka sendiri.
       Salah satu contohnya, William J.Fife. Ia dipecat dari jabatannya sebagai CEO dari Giddings and Lewis Inc, perusahaan pabrik peralatan, karena terlalu menggantungkan pada ‘coercive power’. Dalam rapat-rapat, Fife seringkali mengkritik secara lisan, menyerang, dan mempermalukan para top manajer. Menyadari betapa merusaknya penggunaan hukuman yang dilakukan Fife kepada mereka dan perusahaan, para manajer ini mengadu kepada dewan direksi yang menyuruh Fife untuk pensiun setelah mereka mempertimbangkan dengan hati-hati pokok permasalahannya. Penggunaan “coercive power” yang berlebihan jarang menghasilkan pelaksanaan kerja yang tinggi dan pantas diragukan. Kadang-kadang hal itu maksudnya merupakan bentuk penyalahgunaan mental, merampok martabat para pekerja dan menyebabkan tingkat stress yang berlebihan. Penggunaan “coercive power” yang keterlaluan bahkan dapat berakibat kondisi kerja yang berbahaya. Hal yang penting yaitu hasil yang lebih baik dan tempat kerja yang layak sehingga martabat karyawan dapat diperoleh dengan penggunaan “reward power” 

Kekuasaan Keahlian 
    Kekuasaan keahlian ini berdasarkan pada pengetahuan khusus, keterampilan, dan keahlian yang dimiliki seorang pemimpin. Sifat dasar kekuasaan ini bervariasi, tergantung dari tingkatan pada pemimpin dalam hierarki jabatan. Para manajer tingkat pertama dan menengah seringkali memiliki keahlian teknis yang relevan dengan tugas-tugas yang dilakukan oleh bawahan mereka. Kekuasaan keahlian yang mereka miliki memberi mereka pengaruh yang sungguh-sungguh kepada para bawahannya. Carol Loray memiliki “expert power”. Ia sendiri seorang artis dan sudah menggambar dan merancang beberapa kartu ucapan perusahaannya yang penjualannya paling laris. Judy McGrath, dalam bukunya “A Manager Challenge” memiliki kekuasaan keahlian dari pengalamannya selama lebih dari 25 tahun di industri media, juga dari usaha-usahanya untuk menyesuaikan diri dengan kebudayaan pop melalui jaringan kerja yang ekstensif, membaca, dan senantiasa siap terbuka untuk hal-hal yang baru dan kebiasaan khusus dalam tingkah laku seseorang. Seperti dinyatakan dalam: ”Managers as a Person”, jenis posisi jabatan yang diterima oleh para pemimpin dengan expert power tergantung dari siapa mereka sebagai individu dan macam tantangan yang menarik bagi mereka.

     Beberapa top manajer memperoleh expert power dari keahlian teknis mereka. Craig Barret, Ketua Dewan Direktur Intel, memperoleh gelar Ph.D dalam pengetahuan materi dari Universitas Stanford dan sangat berpengetahuan banyak tentang seluk beluk bisnis Intel yang memproduksi semikonduktor dan mikroprosesor. Demikian pula Bill Gates, Ketua Microsoft, dan CEO Steve Ballmer mempunyai keahlian dalam mendesain software; dan Tachi Yamada, direktur eksekutif dari Bill and Melinda Gates Foundation’s program kesehatan global memiliki gelar MD dan sebelumnya adalah ketua penelitian dan pengembangan di Glaxo Smith Kline. Namun banyak para manajer top level kekurangan keahlian teknis dan memperoleh expert power mereka dari kemampuan mereka sebagai pengambil keputusan, perencana, dan pembuat strategi. Jack Walch, dulunya pemimpin yang terkenal dan CEO dari General Electric, menyimpulkan seperti berikut:

   Hal yang mendasar yang diketahui oleh kita yang berada pada posisi teratas suatu perusahaan adalah bahwa kita tidak tahu bisnis. Apa yang kita punya, aku harap adalah kemampuan untuk mengalokasikan sumber-sumber penghasilan, orang-orang, dan dolar.” 

      Para pemimpin yang efektif mengambil langkah untuk memastikan bahwa mereka mempunyai sejumlah expert power yang memadai untuk melakukan peran kepemimpinan mereka. Mereka mungkin memperoleh pelatihan atau pendidikan tambahan dibidangnya, pastikan mereka hingga kini mengikuti perkembangan dan perubahan terbaru di bidang teknologi, tetap mengikuti perubahan dibidang mereka melalui keterlibatannya dalam asosiasi profesi, dan membaca secara luas untuk mengetahui perubahan penting didalam tugas-tugas organisasi dan lingkungan pada umumnya.
       Expert power cenderung paling baik digunakan dalam cara-cara membimbing atau melatih daripada dalam cara-cara yang arogan dan angkuh.

Kekuasaan untuk Menunjuk 
Referent power” lebih bersifat tidak formal daripada jenis-jenis kekuasaan yang lain.
      Referent power adalah suatu fungsi dari karakteristik pribadi seorang pemimpin, ini adalah kekuasaan yang berasal dari rasa hormat, kekaguman, dan loyalitas para pekerja bawahan dan teman sekerja. Para pemimpin yang menyenangkan yang diinginkan para bawahan digunakan sebagai role model terutama mungkin memiliki referent power, seperti halnya dalam buku Judy McGrath “A Manager Challenge”. Disamping menjadi aset yang bernilai bagi para top manajer seperti McGrath, referent power juga dapat membantu manajer lini pertama dan menengah untuk menjadi pemimpin yang efektif. Sally Carruthers misalnya, adalah seorang manajer tingkat pertama dari sebuah grup sekretaris di departemen keuangan sebuah universitas. Sekretaris-sekretaris Carruthers dikenal sebagai sekretaris yang terbaik di universitas itu. Banyak dari kesediaan mereka untuk melebihi dan diluar tugas mereka sudah dihubungkan dengan kehangatan dan sifat dasar peduli Carruthers yang membuat mereka merasa penting dan dihargai. Para manajer dapat mengambil langkah-langkah untuk meningkatkan referent power mereka, seperti menggunakan waktu untuk mulai mengenal karyawan bawahan mereka dan menunjukkan minat dan perhatian pada mereka.
Baca Lebih lanjut Broo.. -

Kamis, 15 Desember 2011

MENINGKATKAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF

MENINGKATKAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF Overview Walaupun semua kemajuan teknologi informasi tersedia untuk para manajer, komunikasi yang tidak efektif tetap terjadi dalam sebuah organisasi. Komunikasi yang tidak efektif sangat mengganggu para manajer, karyawan, dan organisasi. Komunikasi yang tidak efektif dapat menyebabkan kinerja yang buruk, hubungan interpersonal yang tidak baik, kualitas pelayanan yang buruk, dan pelanggan menjadi tidak puas. Agar sebuah organisasi menjadi lebih efektif dan mencapai keuntungan kompetitif, maka para manajer di semua level perlu menjadi seorang komunikator yang baik.
Komunikasi dan Manajemen Komunikasi adalah berbagi informasi antara dua individu/ kelompok atau lebih untuk mencapai sebuah pemahaman bersama. Pertama, komunikasi merupakan usaha manusia yang melibatkan individu maupun kelompok. Kedua, komunikasi tidak akan terjadi kecuali telah tercapai sebuah kesepahaman bersama.
Pentingnya Komunikasi Yang Baik Sebagaimana kita pahami bahwa sebuah organisasi bisa meraih keuntungan kompetetif jika manajer berusaha meningkatkan efisiensi, kualitas, inovasi , dan daya tanggap terhadap para pelanggannya. Komunikasi yang baik sangat penting bagi pencapaian keuntungan kompetetif tersebut. Para manajer dapat meningkatkan efisiensi dengan memperbaharui proses produksi untuk mengambil manfaat dari teknologi baru yang lebih efisien dan dengan melatih para karyawan mengoperasikan teknologi baru serta meningkatkan keterampilannya. Komunikasi yang baik dibutuhkan manajer untuk mempelajari teknologi baru, menerapkannya dalam organisasi, dan melatih para pekerja bagaimana cara menggunakannya. Demikian pula, untuk meningkatkan kualitas juga tergantung pada komunikasi yang efektif. Manajer harus mengkomunikasikan arti penting dari kualitas yang tinggi serta cara mencapainya kepada semua anggota organisasi. Para bawahan perlu mengkomunikasikan masalah dan saran-saran tentang kualitas kepada atasannya untuk meningkatkan kualitas. Komunikasi yang juga dapat membantu meningkatkan daya tanggap terhadap konsumen. Ketika anggota organisasi yang terdekat dengan pelanggan, seperti para salespeople di department stor atau teller di bank, diberdayakan untuk mengkomunikasikan kebutuhan dan keinginan pelanggan kepada para manajer, maka manajer akan mampu merespon kebutuahan pelanggan dengan lebih baik. Inovasi, yang sering terjadi dalam tim lintas fungsional, juga membutuhkan komunikasi yang efektif. Para anggota tim lintas fungsional yang sedang mengembangkan sebuah permainan elektronik baru, misalnya, harus saling berkomunikasi secara efektif utk mengambangkan sebuah game yang disukai pelanggan. Meraka juga perlu mengkomunikan proyek tersebut dengan manajernya. Jadi, komunikasi yang efektif sangat penting bagi para manajer dan seluruh organisasi untuk meningkatkan efisiensi, kualitas, inovasi, dan daya tanggap terhadap pelanggan, untuk mencapai competitive advantage. Oleh karena para manajer harus memiliki pemahaman yang baik tentang proses komunikasi agar mereka mamapu bekerja secara efektif.
Proses Komunikasi Proses komunikasi terdiri dari dua tahapan, yaitu tahapan transmisi (transmission phase) dan tahapan umpan balik (feed back phase). Pada tahap transmisi, informasi disebarkan diantara dua individu/kelompok atau lebih. Pada tahapan umpan balik, perlu dipastikan bahwa pemahaman bersama telah tercapai. Di masing-masing fase ini terdapat sejumlah tahapan yang harus dilakukan agar terjadi komunikasi. Fase transimisi meliputi sender, messages, encoding, medium, decoding by receiver, receiver, dan noise. Sender yaitu individu atau kelompok yang mengirim pesan. Message adalah informasi yang akan dikomunikasikan. Encoding yaitu proses penterjemahan pesan ke dalam symbol-simbol atau bahasa (misalnya dalam bentuk kata/verbal), noise yaitu istilah umum yang merujuk pada segala sesuatu yang mengganggu proses komunikasi di tiap-tiap tahapan.
Setelah sebuah pesan diterjemahkan ke dalam bentuk symbol (encoding), maka kemudian pesan dikirimkan melalui sebuah media kepada penerima pesan (receiver) , yaitu individu atau kelompok yang dimaksudkan untuk menerima pesan. Sebuah media (medium) afalah jalur yang dilalui pesan yang telah diterjemahkan untuk disampaikan kepada penerima, sebagai contoh sebuah panggilan telepon, surat, memo, atau komunikasi face-to-face. Pada tahap berikutnya, penerima pesan menterjemahkan dan memahami pesan tersebut. Proses ini disebut dengan istilah decoding, yang merupakan tahapan kritis dalam komunikasi. Fase feedback kemudian dilakukan oleh si penerima (yang kemudian menjadi pengirim pesan). Penerima memutuskan pesan apa yang harus dikirimkan kepada pengirim asli (yang kemudian menjadi penerima), menterjemahkan pesan ke dalam symbol (encode), dan mengirimkannya melalui medium yang dipilihnya. Pesan tersebut bisa berupa konfirmasi bahwa pesan telah diterima dan dipahami, atau sebuah pernyatan ulang tentang pesan asli untuk memastikan bahwa pesan tersebut telah diinterpretasikan secara benar, atau mungkin juga berbentuk permintaan informasi lebih lanjut. Pengirim pesan asli menterjemahkan pesan tersebut dan memastikan bahwa pemahaman bersama telah tercapai. Jika pemahaman bersama belum tercapai, maka pengirim asli dan penerima akan mengulang kembali proses tersebut sehingga tercapai kesamaan pandangan. Gambar 16.1 Proses Komunikasi
NOISE Pesan yang telah diterjemahkan ke dalam bentuk kata, tertulis atau lisan, disebut dengan komunikasi verbal (verbal communication). Kita juga bisa menterjemahkan pesan tanpa menggunakan bahasa tulis atau bahasa lisan, yaitu dengan komunikasi non verbal (non verbal communication). Komunikasi non verbal yaitu membagi informasi atau menterjemahkan pesan melalui cara ekspresi wajah ( senyum, mengangkat alis, cemberut), bahasa tubuh ( postur, gerak tubuh), dan bahkan dengan gaya berpakaian ( kasual, formal, konservatif, trendi). Misalnya, MM UGM mewajibkan para mahasiswanya untuk berpakaian rapi dan berdasi untuk mengkomunikasikan tentang sikap disiplin, formal, dan penghargaan tergaan terhadap etika keilmuan.
Komunikasi non verbal dapat digunakan untuk mem-back up atau menguatkan komunikasi verbal. Misalnya, kata-kata penghargaan (verbal) terhadap para karyawan yang telah melakukan pekerjaannya dengan baik dapat disertai dengan senyum yang tulus dan acungan jempol. Terkadang komunikasi non verbal bisa digunakan untuk menyampaikan pesan yang tidak bisa tersampaikan melalui saluran verbal. Misalnya, seorang kepala sekolah yang datang lebih pagi ke sekolah kemudian berdiri di depan pintu masuk sekolah sambil menyalami para siswa dan gurunya untuk menyampaikan pesan kedisiplinan.
Baca Lebih lanjut Broo.. - MENINGKATKAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF

Selasa, 06 Desember 2011

Mutu sekolah di indonesia

KONSTELASI MUTU SEKOLAH DI INDONESIA
Secara umum mutu pendidikan di Indonesia masih rendah dibanding negara-negara lain, adapun gambaran konstelasi mutu sekolah di Indonesia pada tingkat praksis dapat dilihat dari beberapa indikator makro antara lain :

1. laporan The Global Competitiveness Report 2008-2009 dariWorld Economic Forum (dalam Martin, dkk., 2008), yang menempatkan Indonesia pada peringkat 55 dari 134 negara dalam hal pencapaian Competitiveness Index (CI )

2. Hasil penelitian United Nations for Development Programme di dalam Human Development Report 2007/2008 (http://en.wikipedia.org/wiki/List_of_countries_by_Human_Development_Index” yang menempatkan Indonesia pada posisi ke-107 dari 155 negara dalam hal pencapaian Human Development Index ( HDI ). Secara umum dapat dipahami bahwa rendahnya mutu SDM bangsa Indonesia saat ini adalah akibat rendahnya mutu pendidikan

Secara umum juga dapat dipahami bahwa rendahnya mutu sekolah di Indonesia saat ini dapat dilihat juga dari berbagai indikator mikro, antara lain :

1. Dalam hal literasi Matematika dan Sains, hasil studi Trends in
International Mathematics and Science Study (TIMSS) tahun 2007, hasilnya memperlihatkan bahwa peserta didik Indonesia belum menunjukkan prestasi memuaskan. Literasi Matematika peserta didik Indonesia, hanya mampu menempati peringkat 36 dari 49 negara, dengan pencapaian skor 405 dan masih di bawah skor rata-rata internasional yaitu 500. Hasil yang diperoleh ini, lebih buruk dibandingkan dengan pelajar Mesir yang berada pada urutan ke 35 (Martin, dkk., 2008).

2. Rendahnya mutu pendidikan dapat pula dilihat dalam laporan studi Programme for
International Student Assessment (PISA) tahun 2003. Untuk literasi Sains dan Matematika, peserta didik usia 15 tahun berada di ranking ke 38 dari 40 negara peserta, bahkan untuk literasi membaca berada di posisi ke 39 (OECD, 2004). Pada tahun 2006 prestasi literasi membaca siswa Indonesia berada pada peringkat ke 48 dari 56 negara, literasi matematika berada pada peringkat ke 50 dari 57 negara, dan literasi sains berada pada peringkat ke-50 dari 57 negara (OECD, 2007).

3. Selanjutnya hasil studi Progress in International Reading Literacy Study
(PIRLS) tahun 2006 dalam bidang membaca pada anak-anak kelas IV sekolah dasar di seluruh dunia di bawah koordinasi The International Association for the Evaluation of Educational Achievement (IEA) yang dikuti 45 negara/negara bagian, baik berasal dari negara maju maupun dari negara berkembang, hasilnya memperlihatkan bahwa peserta didik Indonesia berada pada peringkat ke 41 (OECD, 2006).


DISPARITAS MUTU PENDIDIKAN DI INDONESIA
Dari berbagai hasil survei menunjukkan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia
tergolong masih tergolong rendah (Tola, 2008). Beberapa tahun yang lalu, tidak ada satu
pun juga universitas di Indonesia yang masuk kelompok 100 universitas di tingkat dunia
(Tilaar, 2006), baru pada tahun-tahun terakhir ini, data memperlihatkan bahwa ITB, UGM dan UI menempati urutan ke 56, 61, dan 84 dari 100 universitas terbaik di Asia
(http://www.webometrics.info/top100_continent.asp?cont=asia).
Apabila pendidikan tinggi sudah demikian rendahnya apalagi pendidikan dasar dan menengah, tentunya kualitasnya tidak lebih baik.
Fakta lain adalah adanya ketimpangan dalam penyediaan Jasa pendidikan di indonesia

1. Tidak semua anak bersekolah.
Indonesia masih belum memenuhi program wajar 9 tahun bagi semua anak. Saat ini masih terdapat sekitar 20 persen anak usia sekolah menengah yang masih belum bersekolah.
Perbedaan partisipasi antar daerah yang cukup besar. Pada tahun 2002, sebagai contoh, angka partisipasi murni pada jenjang sekolah dasar berkisar antara 83,5 persen di propinsi Gorontalo dan 94,4 persen di Sumatera Utara. Pada jenjang sekolah menengah pertama, angka partisipasi murni berkisar antara 40,9 persen di Nusa Tenggara Timur dan 77,2 persen di Jakarta dan pada jenjang sekolah menengah atas berkisar antara 24,5 persen di Nusa Tenggara Timur dan 58,4 persen di Yogyakarta.

2. Anak dari kelompok miskin keluar dari sekolah lebih dini.
Pada tahun 2002 angka partisipasi sekolah menengah pertama dari kelompok penduduk seperlima terkaya, lebih tinggi 69 persen dibandingkan dengan angka partisipasi dari kelompok seperlima termiskin. Sementara pada jenjang sekolah menengah atas, angka partisipasi murni dari kelompok seperlima terkaya mencapai tiga setengah kali lebih tinggi dibandingkan dengan angka partisipasi murni kelompok termiskin. Walaupun hampir semua anak dari berbagai kelompok pendapatan bersekolah di kelas satu sekolah dasar, anak dari kelompok pendapatan termiskin cenderung menurun partisipasinya setelah mencapai kelas enam.

3. Kualitas sekolah di Indonesia masih rendah dan cenderung memburuk.
Selama ini ekspansi sekolah tidak menghasilkan lulusan dengan pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan untuk membangun masyarakat yang kokoh dan ekonomi yang kompetitif di masa depan. Bukti ini ditunjukkan dengan rendahnya kemampuan murid tingkat 8 (SMP kelas 2) dibandingkan dengan negara tetangga di asia


4. Persiapan dan kehadiran tenaga pengajar yang masih kurang.
Berbeda dengan kebanyakan negara, Indonesia memperbolehkan semua lulusan institusi pendidikan keguruan menjadi tenaga pengajar tanpa perlu melewati ujian dalam hal kesiapan untuk memberikan ilmu pengetahuan dan keahlian mereka pada kondisi sekolah yang beragam. Pada waktu yang sama terdapat kesulitan untuk memberhentikan tenaga pengajar yang tidak mampu mengajar. Lebih jauh, berdasarkan survei yang dilakukan untuk Laporan Pembangunan Dunia 2004, 20 persen tenaga pengajar Indonesia tidak masuk sekolah pada saat pengecekan di sekolah-sekolah yang terpilih secara random. Ini berarti 20 persen dari dana yang digunakan untuk membiayai tenaga pengajar tidak memberikan manfaat secara langsung kepada murid karena ternyata tenaga pengajar tersebut tidak berada di kelas.




5. Pemeliharaan sekolah-sekolah tidak dilakukan secara berkala
Berdasarkan data survei sekolah dari Departemen Pendidikan Nasional, satu dari enam sekolah di Jawa Tengah berada dalam kondisi yang buruk, sementara itu sedikitnya satu dari dua sekolah di Nusa Tenggara Timur juga berada dalam kondisi yang memprihatinkan. Murid-murid berada di ruang kelas tanpa peralatan belajar yang memadai, seperti buku pelajaran, papan tulis, alat tulis, dan tenaga pengajar yang menguasai materi pelajaran sesuai kurikulum.

KESIMPULAN :
Demikianlah dapat kita simpulkan bahwasanya konstelasi mutu sekolah di Indonesia memang masih ditataran bawah apabila dibanding dengan negara negara lain di dunia.
Baca Lebih lanjut Broo.. - Mutu sekolah di indonesia